Rabu, 13 Mei 2015

Bahaya Khamar dan Narkoba Bagi Generasi Bangsa




Jama’ah Jum’ah Rahimakumullah
Manusia diciptakan Allah Swt sebagai makhluk yang mempunyai akal pikiran, untuk dapat membedakan mana yang baik dan yang buruk. Dengan akal pikiran tersebut, manusia memiliki kelebihan tersendiri dari makhluk-makhluk lainnya. Dengan kelebihan itu pula, Allah Swt. memberi tugas sebagai khalifah di muka bumi untuk menjaga kelestarian kehidupan semua makhluk, agar dapat berkembang dengan teratur dan seimbang, sesuai dengan tata aturan dan hukum-hukum Allah Swt yang disampaikan dalam bentuk wahyu kepada Muhammad Rasulullah Saw.
Islam sangat menganjurkan untuk menjaga kesehatan tubuh, agar selalu dapat memenuhi segala kewajibannya dalam melaksanakan perintah Allah Swt yang telah diatur dalam syari’at Islam. Menjaga kesehatan tubuh merupakan faktor yang utama untuk dapat memelihara kesehatan akal pikiran, karena dalam tubuh yang sehat terdapat akal pikiran yang sehat.
Islam adalah agama yang berbasis kepada kekuatan akal (ratio), tidaklah sempurna nilai keagamaan seseorang apabila fungsi akalnya terganggu. Fungsi akal dalam Islam sangat penting dalam menerima, menganalisa dan meyakini semua ajaran yang diterima melalui Al-Qur’an dan Sunnah. Oleh karena itu, upaya untuk menjaga agar akal pikiran tetap sehat dalam menjalani kehidupan di dunia, adalah merupakan suatu keharusan yang tidak dapat dihindari untuk tetap hidup sesuai dengan aturan dan tatanan yang telah digariskan dalam Al-Qur’an dan Sunnah
Jamaah jumat rahimakumullah
 Mengapa kita diperintahkan untuk menjaga kesehatan jasmani maupun rohani?  Nabi Muhammad Saw. menegaskan dalam sabdanya :
عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ قَالَ قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ الْمُؤْمِنُ الْقَوِيُّ خَيْرٌ وَأَحَبُّ إِلَى اللَّهِ مِنْ الْمُؤْمِنِ الضَّعِيفِ
"Mukmin yang kuat lebih baik dan lebih dicintai oleh Allah dibanding dengan mukmin yang lemah"(HR Muslim)
Salah satu bentuk usaha untuk menjaga kesehatan akal pikiran kita adalah dengan menjauhi makanan dan minuman yang bisa mengakibatkan terganggunya akal pikiran. Oleh karena itu, Allah Swt melarang manusia meminum semua jenis minuman yang memabukkan, seperti khamr (minuman yang mengandung alkohol). Sudah umum diketahui bahwa kebiasaan meminum minuman yang mengandung alkohol dalam waktu yang lama, akan mengakibatkan kerusakan hati, jantung, pangkreas dan peradangan lambung. Dapat pula merusak secara permanen jaringan otak, sehingga menimbulkan gangguan daya ingatan, kemampuan penilaian, kemampuan belajar dan bahkan gangguan jiwa.
Lebih jauh lagi akan menimbulkan gejala mudah tersinggung dan kurang perhatian terhadap lingkungan, menekan pusat pengendalian diri sehingga menjadi berani dan agresif dan tidak terkontrol. Berbahaya bagi akal pikiran dan urat-urat syaraf. Berbahaya bagi harta benda dan keluarga dan lebih tragis lagi dapat berujung kepada kematian.
Minum khamar, sama dengan menghisap candu, dan menimbulkan ketagihan. Seseorang yang telah ketagihan minum khamr, baginya tak ada nilai harta benda, berapa saja harga khamr itu akan dibelinya, asal ketagihannya terpenuhi. Kalau sudah demikian halnya, maka khamr itu membahyakan pergaulan dan masyarakat, menimbulkan permusuhan, perkelahian dan sebagainya. Rumah tangga akan kacau, tetangga tak aman dan masyarakat akan rusak, lantaran minum khamr. Akan terlihatlah manusia yang mabuk-mabukan, yang mengganggu keamanan dan ketertiban.
Jika kebiasaan meminum khamr mengakibatkan mabuk dan ketagihan, maka terdapat kesamaan dengan narkoba (narkotik dan obat terlarang). Mengkonsumsi narkoba dalam dosis tertentu dapat menimbulkan dampak yang sangat merusak bagi pemakainya, seperti ketagihan dan merusak akal pikiran. Khamr dan narkoba merupakan dua jenis yang berbeda, tapi mempunyai kesamaan dalam akibat yang ditimbulkannya. Oleh karena itu, kita diharamkan untuk melakukan hal-hal yang dapat mendatangkan kemudaratan serta kesengsaraan, sebagaimana sabda Rasulullah Saw:

عَنْ ابْنِ عَبَّاسٍ قَالَ قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ لَا ضَرَرَ وَلَا ضِرَارَ
"Janganlah mendatangkan kemudaratan pada orang lain dan jangan pula dimudaratkan oleh orang lain"(HR Ibnu Majah).

MANUSIA SELALU MERASA DIRI MISKIN, MENGAPA ?



Jika kita menghayati firman Allah Swt dalam Q.S. Ibrahim Ayat 7 yang artinya: sesungguhnya jika kamu bersyukur pasti Kami akan menambah ( ni’mat ) kepadamu, dan jika kamu mengingkari (ni’mat-Ku), maka sesungguhnya azab-Ku sangat pedih.

       Ayat tersebut berisi anjuran dari Allah Swt. kepada umat manusia untuk mensyukuri  ni’mat berupa apa saja yang telah diberikan kepada manusia, dan juga berisi ancaman terhadap umat manusia yang tidak mau mensyukuri ni’mat-Nya. Pada umumnya kebanyakan manusia memaknai bersyukur adalah mengucap “ alhamdulillah “ dan atau mereka mengadakan  acara kumpul-kumpul dengan mengumpulkan teman dan kerabat untuk mengadakan makan- makan di rumah, sebagai wujud dari kesyukuran mereka. Apakah yang demikian ini sesungguhnya bersyukur itu ? Padahal sesungguhnya bersyukur itu adalah, menggunakan ni’mat yang kita terima dari Sang Pemberi  ( Allah Swt.) untuk kepentingan ta’at kepadanya, baik taat itu secara langsung, maupun tidak langsung. Taat langsung  adalah beribadah langsung kepadanya sementara  yang tidak langsung adalah  adalah menggunakannya untuk melaksanakan amal kebaikan yang manfaatnya  kembali untuk kepentingan orang banyak.

       Lalu pertanyaannya sekarang,  sudahkah kita melakukan hal itu ?, dan sudahkah kita mensyukuri ni’mat yang diberikan kepada kita ?. Semuanya tentunya  kembali kepada diri kita masing- masing. Apabila kita mensyukuri kesehatan yang telah  Allah berikan kepada kita , tentunya dalam keadaan yang sehat ini kita gunakan untuk berbuat baik  ( dalam artian sesuatu yang baik yang  menurut ukuran agama dan tidak diharamkan ) untuk kepentingan keluarga, dan masyarakat sekitar kita dalam rangka menyongsong hari esok yang lebih baik , karena berusaha untuk mewujudkan hari esok yang lebih baik adalah sebuah sunnah yang memang diperintahkan oleh agama : “wal tanzhur nafsun ma qaddamat lighadin “, dan hendaklah setiap diri memperhatikan apa yang telah diperbuatnya untuk hari esok / al Hasyr  18. Dengan demikian kita menghadapi masa depan ini penuh dengan optimisme, karena kita yakin akan selalu mendapat pertolongan dari yang Maha Kuasa.


       Syukur terhadap harta benda/ kekayaan yang telah diberikan kepada kita adalah menggunakannya untuk kepentingan kebaikan, bukan untuk berfoya- foya yang justru
jatuh kepada perbuatan yang diharamkan agama dan melanggar norma-norma susila seperti yang sekarang ini banyak kita temui  di kalangan masyarakat kita . Lebih dari itu menyisihkan sebagian rizqi yang diterima untuk kepentingan yang lebih baik dengan jalan diinfaqkan / dizakatkan , adalah sesuatu yang amat terpuji karena akan menjadikan kehidupan kita lebih baik dan tenang  karena kedua hal tersebut akan memberesihkan harta dan diri kita , disamping akan memberikan ketenangan dalam kehidupan kita, khuz min amwalihim shadaqatan tuthahhiruhum watuzakkihim biha washaali ‘alaihim  inna shalaataka sakanun lahum : Ambillah zakat dari sebagian harta mereka, dengan zakat itu kamu membersihkan dan mencsucikan mereka, dan berdo’alah untuk mereka, sesungguhnya do’a kamu itu ( menjadi ) ketenteraman jiwa
bagi mereka  (Q.S. al- Taubat  :103). Syukur terhadap jabatan yang kita dapat/ kita terima dengan menggunakan untuk membangun dan menata sesuatu yang menjadi tanggung jawab kita menuju sesuatu yang lebih baik, bukan justru menggunakan untuk kepentingan pribadi dan memperkaya diri. Sebab kalau hal ini terjadi  bukan kebaikan dan ketenangan yang kita dapat, tetapi justru kegersangan hidup yang akan kita terima.