Rabu, 13 Mei 2015

MANUSIA SELALU MERASA DIRI MISKIN, MENGAPA ?



Jika kita menghayati firman Allah Swt dalam Q.S. Ibrahim Ayat 7 yang artinya: sesungguhnya jika kamu bersyukur pasti Kami akan menambah ( ni’mat ) kepadamu, dan jika kamu mengingkari (ni’mat-Ku), maka sesungguhnya azab-Ku sangat pedih.

       Ayat tersebut berisi anjuran dari Allah Swt. kepada umat manusia untuk mensyukuri  ni’mat berupa apa saja yang telah diberikan kepada manusia, dan juga berisi ancaman terhadap umat manusia yang tidak mau mensyukuri ni’mat-Nya. Pada umumnya kebanyakan manusia memaknai bersyukur adalah mengucap “ alhamdulillah “ dan atau mereka mengadakan  acara kumpul-kumpul dengan mengumpulkan teman dan kerabat untuk mengadakan makan- makan di rumah, sebagai wujud dari kesyukuran mereka. Apakah yang demikian ini sesungguhnya bersyukur itu ? Padahal sesungguhnya bersyukur itu adalah, menggunakan ni’mat yang kita terima dari Sang Pemberi  ( Allah Swt.) untuk kepentingan ta’at kepadanya, baik taat itu secara langsung, maupun tidak langsung. Taat langsung  adalah beribadah langsung kepadanya sementara  yang tidak langsung adalah  adalah menggunakannya untuk melaksanakan amal kebaikan yang manfaatnya  kembali untuk kepentingan orang banyak.

       Lalu pertanyaannya sekarang,  sudahkah kita melakukan hal itu ?, dan sudahkah kita mensyukuri ni’mat yang diberikan kepada kita ?. Semuanya tentunya  kembali kepada diri kita masing- masing. Apabila kita mensyukuri kesehatan yang telah  Allah berikan kepada kita , tentunya dalam keadaan yang sehat ini kita gunakan untuk berbuat baik  ( dalam artian sesuatu yang baik yang  menurut ukuran agama dan tidak diharamkan ) untuk kepentingan keluarga, dan masyarakat sekitar kita dalam rangka menyongsong hari esok yang lebih baik , karena berusaha untuk mewujudkan hari esok yang lebih baik adalah sebuah sunnah yang memang diperintahkan oleh agama : “wal tanzhur nafsun ma qaddamat lighadin “, dan hendaklah setiap diri memperhatikan apa yang telah diperbuatnya untuk hari esok / al Hasyr  18. Dengan demikian kita menghadapi masa depan ini penuh dengan optimisme, karena kita yakin akan selalu mendapat pertolongan dari yang Maha Kuasa.


       Syukur terhadap harta benda/ kekayaan yang telah diberikan kepada kita adalah menggunakannya untuk kepentingan kebaikan, bukan untuk berfoya- foya yang justru
jatuh kepada perbuatan yang diharamkan agama dan melanggar norma-norma susila seperti yang sekarang ini banyak kita temui  di kalangan masyarakat kita . Lebih dari itu menyisihkan sebagian rizqi yang diterima untuk kepentingan yang lebih baik dengan jalan diinfaqkan / dizakatkan , adalah sesuatu yang amat terpuji karena akan menjadikan kehidupan kita lebih baik dan tenang  karena kedua hal tersebut akan memberesihkan harta dan diri kita , disamping akan memberikan ketenangan dalam kehidupan kita, khuz min amwalihim shadaqatan tuthahhiruhum watuzakkihim biha washaali ‘alaihim  inna shalaataka sakanun lahum : Ambillah zakat dari sebagian harta mereka, dengan zakat itu kamu membersihkan dan mencsucikan mereka, dan berdo’alah untuk mereka, sesungguhnya do’a kamu itu ( menjadi ) ketenteraman jiwa
bagi mereka  (Q.S. al- Taubat  :103). Syukur terhadap jabatan yang kita dapat/ kita terima dengan menggunakan untuk membangun dan menata sesuatu yang menjadi tanggung jawab kita menuju sesuatu yang lebih baik, bukan justru menggunakan untuk kepentingan pribadi dan memperkaya diri. Sebab kalau hal ini terjadi  bukan kebaikan dan ketenangan yang kita dapat, tetapi justru kegersangan hidup yang akan kita terima.

Tiga hal di atas adalah gambaran bagaimana kita mensyukuri nikmat yang kita terima dengan benar. Selama ini kita masih terus merasakan apapun yang kita terima masih terasa kurang, apakah itu berupa kesehatan, harta benda, jabatan/ pangkat dan yang lain, apakah memang betul- betul kurang, apakah karena ukuran yang kita pakai yang kurang pas, apakah memang kita termasuk  golongan orang- orang yang tidak mau bersyukur, dan masih banyak lagi pertanyaan- pertanyaan yang kita tanyakan terhadap diri kita. Ketidak mampuan kita untuk bersyukur akan menyebabkan diri kita
merasa miskin. Perasaan miskin itu pada hakekatnya sudah merupakan siksaan terhadap kita , karena sesungguhnya merasa diri miskin sama dengan merasa diri kita tidak mempunyai kemampuan apa-apa, yang  pada akhirnya kita akan kehilangan harga diri. Bukankah Rasulullah saw telah bersabda : Kaada al faqru an yakuuna kufron ; Kefaqiran itu akan membawa seseorang menuju kekufuran.

       Kalau perasaan kekurangan / kefakiran itu telah melanda semua dari kita, tentu harga diri kita sebagai sebuah kelompok bangsa ini akan hilang, tentunya rasa nasionalisme kitapun akan hilang pula. Hal ini adalah merupakan sebuah siksaan bagi kita bukan hanya sebagai pribadi- pribadi tetapi juga sebagai sebuah kelompok bangsa
Siksaan merasa diri kita miskin adalah merupakan siksa awal yang tentu akan terus berlanjut dengan yang lainnya. Pertanyaannya, maukah kita akan selalu menerima azab dari  Allah karena perbuatan kita ?


       Karena itu marilah jadikan diri kita menjadi hamba- hamba yang mampu dan mau mensyukuri nikmat yang telah diberikan kepada kita, dengan demikian kita  sudah termasuk golongan orang yang menjauhkan diri dari siksaan  dan azab Allah SWT.  lalu bersama- sama beristighfar, memohon ampunan Allah  atas segala kesalahan dan kekhilafan kita selama ini dan memohon petunjuk-Nya, Amin .
      
*  (Kepala MTs. NW Samawa dan Dosen STAI NW Samawa Sumbawa Besar).

Tidak ada komentar:

Posting Komentar